Translate

Selasa, 20 Januari 2015

Tarian Daerah Provinsi Sulawesi Utara

TARIAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA


* Tari Maengket


Maengket adalah paduan dari seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang dikemas dalam lirik lagu yang dilantunkan. Lagu yang disusun untuk mendampingi tarian ini disebut neengketen. Kata maengket terdiri dari awalan ma dengan kata dasar engket. Kata ma berarti sedang melaksanakan dan engket artinya mengangkat tumit naik turun sesuai lagu.

Pertunjukan tari maengket diawali seorang penyanyi yang akan diikuti (diulangi) oleh orang lain. Tarian ini biasanya ditampilkan 20 sampai 30 orang yang terdiri dari laki-laki dan wanita yang dibentuk berpasangan dan satu orang perempuan bertindak sebagai pemandu. Biasanya  pakaian yang dikenakan berwarna cerah seperti merah, merah jambu, biru, kuning, hijau dan putih. Para penari prianya akan memakai ikat kepala berwarna merah. Tarian ini begitu dinamis, energik, dan relatif lebih bebas dari aturan. Anda akan mendapatinya masih beracu pada nilai dan gerakan asli.

Tari Maengket dibagi tiga bagian pertunjukan, yaitu: pertama, Maengket Makamberu yang dibawakan pada acara pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas keberhasilan panen. Dahulu penggarapan sawah atau ladang membutuhkan waktu yang panjang sehingga ketika musim panen tiba maka para petani merasa gembira dan mengungkapkannya dalam bentuk nyanyian dan tarian. Kedua, Maengket Rumamba, yaitu tarian yang didasari semangat gotong royong dimana semua warga saling membantu dalam melakukan kegiatan bersama seperti saat membangun rumah. Setelah selesai maka si pemilik rumah akan mengundang warga desa sebagai ucapan terima kasih dan syukur. Ketiga, adalah Maengket Lelaya'an, yaitu tarian yang melambangkan pemuda-pemudi Minahasa zaman dahulu saat mencari jodoh dan mengungkapkan isi hati mereka dengan nyayian dan tarian.

Seni Tari Maengket diperkirakan sudah ada di Minahasa sejak masa sistem bercocok tanam. Tarian tradisional rakyat ini hanya dipertunjukkan pada musim panen dengan gerakan sederhana dan hanya dipertunjukan dalam dalam upacara tertentu seperti Makamberu, Metabak, Masambo, Melaya dan Meraba. Akan tetapi, sekarang gerakan tarian ini lebih bervariasi dan kerap dipertunjukan sebagai sarana hiburan atau untuk menyambut tamu. Meski demikian, nilai, dan syair yang mendampingi juga gerakan asli dari tarian ini tidak pernah ditinggalkan.


 * Tari Pasanggaroma
Tari Pasasanggarroma adalah tari tradisional Sulawesi Utara yang berasal dari Kabupaten Talaud. Tari Pasasanggarroma diangkat dari ceritera rakyat masyarakat Talaud yang menggambarkan tentang bagaimana tatanan kehidupan sosial masyarakat Talaud dahulu dalam melakukan berbagai aktivitas dimana unsur kebersamaan selalu diutamakan sehingga daerah ini dikenal dengan semboyan kebersamaan ” SANSIOTE SAMPATE PATE ” yang artinya masyarakat Talaud dalam kehidupannya sehari-hari baik itu dalam bertani, sebagai nelayan dan dalam suka maupun duka atau aktivitas lainnya unsur kebersamaan sangat jelas terlihat, dan setiap saat selalu dilakukan Doa bersama sebelum dan sesudah melaksanakan aktivitas.
Oleh sebab itu dalam garapan Tari Pasasanggarroma unsur kebersamaan menjadi inti / tema pengungkapan ekspresi para penari melalui gerak dan alunan musik pengiring tari. Pasasanggarroma sendiri memiliki arti yaitu saling memberi tumpangan satu sama lainnya.
Pemeran Tari Pasasanggarroma adalah Penari terdiri dari 24 pasang (pria dan Wanita), memainkan alat musik : Keroncong 5 Orang, Gitar 3 Orang Tambur 4 Orang dengan menggunakan busana pakaian daerah Talaud

* Tari Katrili
Tari Katrili merupakan salah satu kesenian dari Minahasa. Menurut sejarahnya, tarian ini dibawa oleh bangsa Spanyol ketika menjajah bumi Minahasa beberapa tahun silam. Kisahnya, pada waktu bangsa Spanyol itu datang dengan maksud untuk membeli hasil bumi yang ada di Tanah Minahasa. Karena mendapatkan hasil yang banyak, mereka menari-nari tarian katrili sebagai ekspresi kegembiraan.
Lama-kelamaan mereka mengundang seluruh rakyat Minahasa yang akan menjual hasil bumi mereka didalam menari bersama-sama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Ternyata tarian ini boleh juga dibawakan pada waktu acara pesta perkawinan di tanah Minahasa.
Sekembalinya Bangsa Spanyol kenegaranya dengan membawa hasil bumi yang dibeli di Minahasa, maka tarian ini sudah mulai digemari Rakyat Minahasa pada umumnya. Tari katrili termasuk tari modern yang sifatnya kerakyatan.
* Tari Kabasaran
Tou Minahasa atau orang Minahasa dalam sejarahnya merupakan waraney atau kesatria-kesatria perang di tanah Minahasa. Dulunya disebut tanah malesung. Tarian Kabasaran merupakan pencerminan salah satu kebudayaan Minahasa dari masa lampau. Berperang untuk tou Minahasa memang merupakan suatu yang diluhurkan  sebagai manusia yang gagah berani, mempunyai semangat perjuangan, dan kebijaksanaan. Setiap waraney dibekali dengan berbagai ketrampilan bela diri.
Pada awalnya tarian Kabasaran bernama sakalele dan berubah menjadi cakalele. Saka berlaga dan lele berlari, berkejaran melompat-lompat. Kata Kabasaran sendiri berasal dari bahasa Minahasa yaitu Kawasalan, ini kemudian berkembang menjadi “Kabasaran” yang merupakan gabungan dua kata “Kawasal ni Sarian” “Kawasal” berarti menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan “Sarian” adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa. Perkembangan bahasa regional Manado kemudian mengubah huruf “W” menjadi “B” sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran, yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan apa-apa dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia, namun akhirnya menjadi tarian penjemput bagi para Pembesar-pembesar.
Sampai saat ini tarian Kabasaran merupakan salah satu tarian sakral di Sulawesi Utara juga tarian sakral masyarakat suku Minahasa. Tari Kabasaran sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Minahasa, tarian perang Kabasaran dalam kehidupan masyarakat Minahasa moderen, mendapat tempat dalam acara-acara besar seperti perkawinan, penjemputan, dan pengawalan secara adat bagi petinggi pemerintahan ataupun tokoh masyarakat.
Babak Tarian Kabasaran
1. Cakalele
Yang berasal dari kata saka yang artinya berlaga, dan lele artinya berkejaran melompat lompat. Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi berperang atau sekembalinya dari perang, babak ini menunjukkan keganasan berperang mereka pada tamu agung, serta untuk memberikan rasa aman pada tamu agung yang datang berkunjung, dimana mereka bisa membuat setan takut mengganggu tamu agung dari pengawalan penari Kabasaran.
2. Kumoyak
Yang berasal dari kata koyak artinya, mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk menenteramkan diri dari rasa amarah ketika berperang. Kata koyak sendiri, bisa berarti membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam peperangan.
3. Lalaya an
Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira melepaskan diri dari rasa berang, dibabak ini para penari bisa berekspresi riang, dibanding dua babak sebelumnya yang mengaharuskan mereka berwajah garang tanpa senyum.


 
* Tari Tatengesan

Tari Mesalai adalah salah satu tarian daerah Sulawesi Utara yang berasal dari kelompok budaya daerah Sangihe Talaud. Sejak abad ke 15 sampai dengan masa penjajahan Belanda, sistem pemerintahan di kepulauan Sangihe Talaud berada dibawah kekuasaan Raja-raja.
Tari Mesalai Tari Mesalai
Kehidupan di lingkungan istana telah diatur sedemikian rupa, mulai dari pimpinan yang tertinggi (Ratu) sampai ke tingkat bawahan yang disebut Mihinu (semacam pesuruh yang bertugas menyampaikan pengumuman/amanat Raja). Untuk mengurus rumah tangga kerajaan, ditunjuk seorang yang disebut Sadaha yang bertugas pula mengatur pelaksanaan upacara adat di lingkungan istana. Dalam hubungan dengan tugas menghibur Raja dan para Bangsawan, diperlukan beberapa jenis kesenian yang cocok dengan kehidupan istana.
Tari Mesalai atau lasimnya disebut Mesalai, termasuk salah satu tarian yang diangkat ke istana. Tarian yang dulunya oleh masyarakat dijadikan sebagai sarana pemujaan dalam upacara penyembahan kepada Ghenggona (Tuhan) menjadi tarian istana dan diberi nama Tari Gunde. Penari-penari gunde terdiri dari putri-putri kaum bangsawan. Sedangkan Mesalai yang lahir di lingkungan rakyat biasa tetap menjadi milik rakyat.
Di zaman dahulu kala, masyarakat Sangihe Talaud telah mengenal adanya kekuatan yang memberi hidup yang mereka sebut Ghenggona Langi, Dauatang Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi, Penguasa Alam Semesta). Mereka menyadari bahwa segala sesuatu yang merupakan keberhasilan/keberuntungan adalah pemberian Ghenggona (Tuhan).
Itu sebabnya mereka wajib bersyukur dan menyembah. Dan Tari Mesalai merupakan bagian dari upacara penyembahan seperti:
  • Upacara Adat Menulude (Upacara Syukuran pergantian tahun)
  • Upacara Adat Mekawing (Upacara adat perkawinan)
  • Upacara Adat Dumangeng Bale (Upacara naik rumah baru)
  • Upacara Menondong Sakaeng (Upacara peresmian perahu baru)
  • Upacara Adat Mengasi (Menanam padi).
Upacara-upacara tersebut dianggap tidak lengkap, apabila tidak diikuti dengan Mesalai sebagai acara puncak setelah upacara inti selesai dilaksanakan. Segala keberuntungan, keberhasilan, mereka ungkapkan dengan penuh syukur sambil bergembira lewat Tari Mesalai.


* Tari Tumatenden

Tari Tumatenden adalah sebuah nama tari yang diangkat dari cerita rakyat yang berhubungan dengan sejarah (legenda) yang berlokasi di Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara, dimana berdiam orang pertama yang bermukim ditempat itu yang dikenal sangat rajin mengolah perkebunannya.
Tari Tumatenden Tari TumatendenIa bersyukur dalam pengembaraannya setelah ia berpisah dari kelompoknya (Simea). Ia menemukan tempat yang indah dan subur yang terletak di kaki gunung Temporok yang kini bernama Klabat. Ditempat ini pula mawanua dikejutkan oleh sembilan putri/bidadari dari khayangan yang sedang mandi dikolam bahkan mengambil hasil dari kebun miliknya.
Saat itu pula timbul niatnya untuk mencuri salah satu bayu (sayap) dari seorang bidadari yang ternyata adalah milik bungsu dari semblan bidadari, Mamanua membujuk Lumalundung untuk kawin dengannya tapi ada perjanjian kalau tidak boleh satupun dari rambut lumalundung yang jatuh. Dengan perasaan gembira mereka dikaruniai anak bernama “Walansendau”” tidak diduga rambut lumalundung jatuh maka sesuai perjanjian Lumalundung pun meniggalkan “Mawanua dan Walansendouw” Diperkebunannya atau sekarang disebut Tumatenden.
Menurut fungsinya, jenis tari Tumatenden termasuk seni tari pertunjukan/seni tomtonasia hiburan sosial bisa juga dipakai pada upacara perkawinan (adat Minahasa). Tari Tumatenden terdiri dari 9 putri dan 1 putra.
Musik dan lagu : Suling, Tambur, Lagu Tumatenden dalam gaya : purtamento, Sumber lagu: M.W Umboh, dialek : Minut-Tonsea.
 

* Tari Mane'e

Tari Mane’e Tari Mane’eTari Mane’e marupakan tarian tradisional yang berasal dari Talaud Sulawesi Utara. Tarian ini diangkat dari salah satu tradisi masyarakat Talaud dalam menangkap ikan. Tradisi ini muncul sekitar abad ke 12 di lingkungan masyarakat kepulauan ”Nanusa”, yang sampai sekarang ini masih dilaksanakan bahkan telah menjadi agenda tetap prosesi Mane’e di Kabupaten Talaud.
Mane’e berasal dari kata ”See yang artinya Ya” atau setuju/sepakat, sehingga kata Mane’e diartikan ” Penangkapan ikan secara tradisional melalui masyarakat yang bermusyawarah dan bermufakat untuk menangkap ikan secara bersama – sama.

Adapun tari Mane’e terdiri dari 10 tema yaitu:

  1. Mengotom Para artinya bermohon kepada Tuhan agar memperoleh hasil yang banyak
  2. Matuda Sammy artinya menuju tempat penangkapan ikan
  3. Manabbi’e Sammi artinya pembuatan alat penangkapan ikan dari janus
  4. Mamotte Sammi artinya Penebaran Janur
  5. Manolekke Sammi artinya Penarikan Janur
  6. Mamattae Inna artinya Penombakan Ikan
  7. Manganute Inna artinya Pengambilan Ikan
  8. Matahiate Inna artinya Pembagian Ikan
  9. Mapurette Suwanua artinya Kembali ke Kampung
  10. Manarim’ma Alana U Mawu artinya Penerimaan berkat melalui ucapan syukur.
Inti penyajian Tari Mane’e adalah mengungkapkan tentang kerja secara bersama atau gotong royong dalam masyarakat Talaud.
Tari Mane’e ditarikan kecara berkelompok pria dan wanita dengan musik pengiring : Suling, Tagonggong, tambur dan alat musik bambu. Penyebaran Tarian ini di Kabupaten Talaud

* Tari Tatengesan

Tari Tatengesan merupakan tarian tradisional khas daerah Sulawesi Utara yang berasal dari Minahasa yang diangkat dari ceritera rakyat tentang desa Tatengesan yang oleh kelompok seni budaya di desa tersebut diciptakan sebuah tari dengan judul tari Tatengesan.
http://www.seputarsulut.com/wp-content/uploads/Tari-Tatengesan.jpgTari Tatengesan pertama kali ditampilkan pada tahun 1983 dalam rangka memperingati terbentuknya desa Tatengesan di yang sekarang ini telah berada di daerah pemerintahan kabupaten Minahasa tenggara.
Tari Tatengesan ini mengisahkan tentang perjuangan masyarakat desa ketika melawan para bajak laut Mindanou yang datang dari perairan Filipina. Bajak laut tersebut sering mengganggu aktifitas masyarakat sehingga semangat untuk melawan para bajak laut dikobarkan melalui syair dan lagu Kiting-kiting.
Tata gerak dan pola garapan tarian ini mamadukan antara unsur-unsur nilai sejarah dengan tradisi budaya Minahasa yang diekpresikan melalui tata gerak dan karakteristik dalam 9 gerakan dengan paduan musik etnis Minahasa dengan pola komposisi dasar 3 nada.
Tarian ini oleh Taman Budaya Sulawesi Utara telah diolah sehingga menjadi suatu sendratari Tatengesan. Pemeran tarian ini ditarikan oleh pria dan wanita secara kelompok dengan jumlah penari 9 orang atau lebih.
Alat Musik Pengiring Tari Tatengesan :
  1. Musik Kolintang
  2. Tambur
  3. Suling bambu
  4. Tetengkoren
  5. Momongan
Penyebaran tarian ini : Desa tatengesan Minahasa Tenggara dan Manado.


* Tari Mokosambe

Tari Mokosambe adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Bolaang Mongondow Sulawesi Utara. Tari ini diangkat dari ceritera rakyat Bolaang Mongondow yang mengisahkan tentang tujuh puteri/bidadari yang turun dari khayangan untuk mandi di suatu tempat pemandian yaitu disebuah lereng gunung Kamasaan Kec. Sang Tombolang Bolaang Mongondow.
Tari Mokosambe Tari MokosambeTari Mokosambe merupakan tarian hiburan yang diciptakan oleh Harzad Simanon (alm) dengan sumber ceritera rakyat dari bapak Bernard Ginupit. Pada saat putri-putri sedang mandi ternyata salah satu sayap yakni sayap dari putri bungsu yang bernama “ Bua Poyandi “ telah direbut oleh putra Raja yang bernama “Mokosambe” sehingga Putri bungsu ini tidak bisa kembali ke khayangan.
Putri bungsu ini tidak dapat mengelakkan niat baik dari pangeran Mokosambe, sehingga pada akhirnya “Bua Poyandi” dipersunting oleh Mokosambe. Tidak jauh dari tempat kejadian itu terdapat sebuah goa yang besar yang dihuni oleh seorang yang bernama “Bangkela” yang terkenal dengan buasnya apabila ia menghadapi musuh.
Penghuni goa ini mempunyai niat yang sama dengan mokosambe yaitu ingin mempersunting Putri Bungsu. Akhir kisah penghuni goa ini menyerah kalah atas kesaktian dari pangeran Mokosambe.
Kisah Mokosambe sebenarnya masih memiliki kelanjutan namun dalam penggarapan tari tidak dilanjutkan. Tarian ini dalam garapan berfungsi sebagai tari hiburan.

Alat Pengiring Tari Mokosambe :

  1. Gendang panjang
  2. Gulantung Molaben (Gong besar)
  3. Gulantung Mointok (Gong kecil)
  4. Bansi ( Suling )
Pakaian : Daerah Bolaang Mongondow dilengkapi dengan atribut :
  1. Selendang
  2. Keris
Penari : 7 (tujuh) wanita dan 2 (dua) Pria, lokasi penyebaran Kabupaten Bolaang Mongondow
 

 * Tari Nyiur Melambai

Tari Nyiur Melambai merupakan tari kreasi dari daerah Sulawesi Utara dimana dalam garapannya mengungkapkan tentang bagaimana keindahan dan suburnya alam Sulawesi Utara sehingga banyak tanaman menghasilkan buahnya, disamping itu pula kehidupan sosial masyarakat Sulawesi Utara yang terkenal dengan hidup rukun dan damai.
Tari Nyiur Melambai dikisahkan sebagai sebuah pohon kelapa yang makin tinggi pohonnya makin produktif hasilnya, namun tinggi pohon kelapa tersebut makin banyak diterpa angin. Tapi kenyataannya karena begitu kokoh dia berdiri maka angin apapun yang datang dia tetap kokoh. Demikian halnya masyarakat Sulawesi Utara makin erat persatuan yang dimiliki makin banyak pula tantangan yang dihadapi, karena kokohnya persatuan yang ada di masyarakat Sulawesi Utara semua tantangan yang datang tidak dapat memecah belah masyarakat yang ada.
Keutuhan pohon kelapa mulai dari akar sampai kedaun menggambarkan semangat persatuan dan kesatuan masyarakat Sulawesi Utara dalam menghadapi tantangan yang ada baik dalam kehidupan sosial, pekerjaan, pergaulan muda mudi dan semuanya dihadapi dengan penuh ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tarian ini ditarikan secara berkelompok  baik oleh pria dan wanita. Jumlah penari Wanita 5 (lima) orang atau lebih, Pria 5 (lima) orang atau lebih bisa berpasangan bisa pula tidak berpasangan. Wilayah Penyebaran Tarian ini : Manado, Tomohon, Minahasa.

Alat Musik Pengiring Tari Nyiur Melambai :

  1. Tambur Minahasa
  2. Tagongong Sangihe
  3. Rebana Bolaang Mongondow
  4. Kolintang Minahasa
  5. Tetengkoren Minahasa
  6. Momongan Minahasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar